Moeldoko: Pertanian Tidak Berhenti di Budidaya

Bagikan Sekarang :

JAKARTA - Kedaulatan pangan mesti dicapai dengan mengintegrasikan mata rantai produksi. Mulai dari budi daya, penanganan pasca panen, pemasaran, branding, dan membuka akses pasar.

Demikian intisari sambutan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko dalam  kuliah umum dengan tema ‘Peran Perempuan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional’ di hadapan Organisasi Perempuan Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (PT HKTI) di Gedung Krida Bakti Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.

Di awal pemaparan yang dihadiri oleh 200 peserta, Moeldoko menyoroti tentang tahapan ketersediaan pangan bagi masyarakat. Mulai dari tingkat yang paling bawah yakni ketahanan pangan, swasembada pangan, dan yang paling ideal adalah kedaulatan pangan. “Pada tahap kedaulatan pangan, negara  sanggup memberikan pangan kepada setiap warga negara,” ungkapnya.

Untuk menuju ke kondisi ideal ini, tentu harus realistis. Bawang putih misalnya, hingga saat ini masih impor, lantaran tanaman ini butuh persyaratan ketinggian minimal, sehingga hanya di beberapa tempat di Indonesia yang cocok untuk bawang putih. Misalnya di Sembalun, Nusa Tenggara BaratLombok dan Berastagi, Sumatera Utara.

Juga kebutuhan garam sebesar 6,5 juta ton, sebagian juga masih impor, khususnya untuk garam industri yang membutuhkan tingkat kemurnian yang tinggi.

Masalah swasembada dan kedaulatan pangan, seperti diuraikan oleh Kepala Staf Kepresidenan mesti dipahami oleh perempuan petani. Karena lewat kedaulatan pangan sumber daya manusia unggul bakal terwujud lewat asupan gizi, khususnya karbohidrat dan protein.

Moeldoko juga memberi penekanan, masalah pertanian bukan saja berhenti pada tahap on farming (budidaya), namun juga sampai pada tahap pasca panen. Dicontohkan bagaimana petani sayur yang membawa hasil produknya ke pasar dengan cara diduduki atau ditiduri dalam perjalanan. Cara ini tentu mengurangi mutu produk.

Pada kondisi inilah perempuan HKTI harus memberi pembelajaran yang baik. “Kehadiran kalian harus memberi added value lewat peningkatan kualitas, branding, dan akses pasar,” terang Moeldoko.

Dalam soal produksi kelapa, misalnya, masih banyak dari petani kelapa yang berpikir bagaimana menjual kelapa. Padahal ada banyak produk unggulan derivatif dari kelapa. Semisal virgin coconut oil, arang,  dan sabut. “Hal-hal seperti ini lebih dieksploitasi. Penyelesaian masalah petani harus kita selesaikan dari ujung ke ujung,” tandas Moeldoko.

Oleh karena itu, lanjut Moeldoko, PT HKTI perlu menggali kembali kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber pangan yang telah dikonsumsi turun-temurun, seperti sagu di Papua. Selain itu lebih melihat komoditas pertanian dengan kacamata yang lebih lebar. Jangan hanya berpikir padi, jagung, kedelai. Tapi juga hortikultura, macam buah, sayur, dan bunga. Termasuk kelapa sawit, karet, tanaman keras, perikanan darat, dan peternakan.

Selain kuliah umum acara juga dimeriahkan dengan bazar pertanian berbagai produk pertanian dan kerajinan. Mulai dari beras, pupuk organik, telur rendah kolesterol, hidroponik, kopi, produk herbal, kain, dan kerajinan tangan.

Peran perempuan dalam pertanian

Hadir pula di acara ini, Ketua Umum Perempuan HKTI Dian Novita S dan juga Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita.

Dian menjelaskan bahwa peranan perempuan dalam hal peningkatan pertanian sangatlah penting. “Karena perempuan dalam konteks sebagai prajurit pertanian banyak hal yang harus dikerjakan mengingat petani perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki – laki “ ujarnya.

Dipaparkan juga bahwa banyak hal yang menjadi tanggung jawab HKTI sebagai organisasi yang fokus atas isu - isu terkait dengan pembangunan sektor pertanian terlebih khususnya tentang kedaulatan dan ketahanan pangan. Semua kerja perempuan HKTI diharapkan menjadi organisasi yang mampu menyentuh langsung masyarakat khususnya yang terkait dengan perempuan dalam pertanian. Diharapkan semua sektor terkait baik pemerintah maupun swasta turut ikut membantu proses ini.

Tags ,
Category Budaya, Ekonomi,

Comments

We love comments

Comments